7.topone.id – Jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) merupakan posisi strategis dalam struktur Pemerintahan Daerah (Pemda). Ia bukan hanya pembantu kepala daerah, tetapi juga motor penggerak dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah. Namun, di Kabupaten Solok, posisi vital ini justru menjadi sorotan tajam.
Praktisi hukum H. Ahmad Rius, SH menegaskan bahwa seluruh kebijakan administrasi daerah tidak akan sampai ke tangan kepala daerah tanpa terlebih dahulu melalui Sekda.
“Setiap surat atau keputusan dari pemerintah daerah pasti melewati tangan Sekda,” ujarnya kepada 7.topone.id beberapa hari lalu di Solok.
Menurutnya, apabila terjadi kekeliruan dalam kebijakan, maka Sekda adalah pihak paling bertanggung jawab. Terlebih jika kebijakan tersebut berujung kekalahan pemerintah di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), seperti yang beberapa kali terjadi di Kabupaten Solok.
“Kekalahan di PTUN mencerminkan lemahnya telaah hukum dan administrasi di lingkup Pemkab Solok. Ini menjadi cerminan bahwa fungsi kontrol dan kajian hukum diabaikan, padahal itu seharusnya menjadi keahlian utama seorang Sekda,” ungkap Ahmad Rius.
Mantan Anggota DPRD Sumbar tersebut menilai bahwa ketidaktelitian dalam memahami regulasi telah menyebabkan lahirnya kebijakan cacat hukum, yang pada akhirnya merugikan institusi pemerintahan sendiri.
“Kalau otak dalam tubuh pemerintahan keliru membaca arah, maka seluruh tubuh akan salah jalan,” katanya.
Ia pun menegaskan pentingnya figur Sekda yang profesional, berintegritas, dan menguasai regulasi pemerintahan secara menyeluruh. “Jangan sampai kelalaian satu orang menjatuhkan legitimasi seluruh pemerintahan daerah,” pungkasnya.
Kepemimpinan Medison Dipertanyakan
Selama masa kepemimpinan Sekda Medison, S.Sos, M.Si, Pemkab Solok diketahui beberapa kali kalah dalam perkara administrasi di PTUN Padang hingga PTTUN Medan. Kekalahan ini terjadi dalam sengketa dengan sejumlah ASN dan walinagari yang diberhentikan oleh kepala daerah.
Alih-alih menunjukkan kekuatan regulasi dan kebijakan yang kuat, Pemkab Solok justru dianggap gegabah dan lemah dalam aspek legalitas. Sejumlah tokoh masyarakat pun menyuarakan keprihatinan mereka.
Salah seorang tokoh masyarakat Kabupaten Solok yang enggan disebutkan namanya berharap agar Bupati Solok Jon Firman Pandu, SH dan Wakil Bupati Candra lebih mawas diri terhadap potensi permainan dari dalam birokrasi.
“Sudah saatnya Bupati dan Wabup menempatkan orang-orang yang benar-benar bisa membantu mewujudkan program kerja, bukan sekadar asal bapak senang,” ujarnya.
Ia menegaskan, kesalahan dalam menempatkan pejabat bisa berdampak besar terhadap buruknya citra dan kinerja pemerintahan. “Amanahkan jabatan pada orang yang tepat, karena jika tidak, maka rakyat yang akan merasakan dampaknya,” tutupnya. (Rd)