Beli Kedaulatan Rakyat, Para Pelaku Politik Uang akan Mempertahankan Kebodohan
Oleh: Syafridoerahman
Pemilihan Umum (Pemilu) untuk Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 semakin dekat, sosialisasi terkait tahapan Pemilu telah dilakukan oleh pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU). Begitu juga dengan cara untuk mendapatkan simpati, ataupun kepercayaan masyarakat kepada Bakal Calon Legislatif (Bacaleg) telah dilakukan oleh kader-kader partai.
Namun edukasi terhadap bahayanya “Money Politic”, atau politik uang oleh orang-orang yang menginginkan kekuasaan untuk tujuan yang tidak elok, yang membeli kedaulatan rakyat dengan harga murah, dan praktik ini bisa mengancam keseimbangan hubungan politik antara rakyat dengan penguasa menjadi timpang, itu bisa dibilang tidak terlaksana.
Pemimpin ataupun wakil rakyat yang terpilih dari politik uang atau yang selalu berbagi-bagi uang untuk kemenangan dirinya dalam sebuah pesta demokrasi, akan cenderung mempertahankan kemiskinan dan kebodohan.
Sasarannya, politik uang tersebut akan terus bisa diterapkan kepada masyarakat yang tingkat ekonomi dan pendidikannya rendah (Bodoh). Karena masyarakat yang tingkat ekonomi dan pendidikannya rendah itu sangat mudah diiming-imingi atau diberi harapan palsu.
Maka pemimpin atau wakil rakyat yang terpilih dengan cara seperti itu akan cenderung mempertahankan, dan tentunya dia tidak akan mendorong masyarakatnya untuk berpendidikan tinggi, serta tidak menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat untuk bekerja dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Dia akan lebih senang terus menerus untuk memberi sumbangan terhadap masyarakat, agar hal tersebut menjadi sebuah ketergantungan bagi masyarakatnya itu sendiri untuk memenuhi kebutuhan finansial dalam kehidupannya.
Dan pemimpin yang selalu memakai cara bagi-bagi uang akan tidak suka terhadap calon pemimpin lainnya yang tentunya memiliki ide, gagasan serta terobosan yang bisa membawa perubahan dan kemajuan untuk kesejahteraan masyarakat.
Selain itu, praktik politik uang itu tentu membawa banyak dampak buruk, baik dalam pelaksanaan Pemilu atau sesudahnya. Karena biasanya kader-kader yang menjalankan praktik politik uang merupakan orang-orang yang gila kekuasaan, sehingga hanya akan mementingkan kepentingan pribadinya dibandingkan kepentingan rakyat.
Adanya politik uang juga akan memperburuk citra Pemilu di Indonesia, serta menjadi contoh buruk bagi masyarakat, karena masyarakat akan menganggap bahwa semua hal dapat dibereskan asal ada uang sebagai pemulus jalan.
Hal itu perlu diketahui bagi para pemilih, agar tidak ikut andil dalam pergerakan politik uang karena itu berbahaya dan berdampak pada kerugian terhadap kepentingan serta kedaulatan rakyat. Dan juga perlu diketahui dimana hukuman bagi pelaku “Money Politic” atau politik uang tersebut.
Negara memiliki dasar aturan hukuman yang jelas bagi para (Caleg), atau calon kepala daerah yang terbukti melakukan tindak pidana penyuapan dalam rangka menarik simpati, agar masyarakat mau memberikan hak suaranya pada calon tersebut.
Hukuman bagi para pelaku suap dalam Pemilu sendiri terdapat dalam Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 1999 yang berbunyi: “Barang siapa pada waktu diselenggarakannya pemilihan umum menurut undang-undang ini dengan pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu, dipidana dengan pidana hukuman penjara paling lama tiga tahun. Pidana itu dikenakan juga kepada pemilih yang menerima suap berupa pemberian atau janji berbuat sesuatu”. ***