SUMBAR – Keberadaan bagan, atau jaring angkat menggunakan jala rapat yang beroperasi di Danau Singkarak jumlahnya kembali meningkat. Hal tersebut dikhawatirkan akan mengancam kelestarian ikan bilih.
Dimana ikan bilih sebagai ikan endemik di Danau Singkarak yang termasuk dalam daftar 14 danau prioritas nasional untuk diselamatkan, bahkan bukan tidak mungkin mengancam pendapatan masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan tradisional karena tangkapannya semakin merosot.
Hal ini dibahas dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Operasional Pengawasan Alat Tangkap yang Tidak Ramah Lingkungan di Danau Singkarak Tahun 2022, yang digelar oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) di Aula DKP Sumbar, Senin (14/11/2022).
Pada kesempatan itu, Kepala DKP Sumbar Desniarti mengungkapkan bahwa perkembangan jumlah bagan di Danau Singkarak pada tahun 2019 sebelum ada penertiban berjumlah 503 unit.
“Setelah ada penertiban tahun 2020, jumlahnya berkurang menjadi 291 unit. Namun dalam 2 tahun belakangan ini, jumlahnya meningkat menjadi 322 unit tahun 2021, dan data hingga September 2022 tercatat ada 392 unit bagan dengan 50 orang pemilik,” ungkap Desniarti.
Dijelaskannya, bagan memang tidak dibolehkan karena merusak habitat ikan bilih. Karena jalanya rapat, ikan ukuran yang sangat kecil pun terangkat, tapi kemudian hanya mati dan dibuang. Penertiban sebelumnya hanya melalui pemutusan jaring. Tapi mungkin perlu penindakan berupa sanksi pidana agar ada efek jera.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansyarullah mendukung upaya penertiban itu karena menyangkut hajat hidup ratusan nelayan tradisional, yang mengantungkan mata pencaharian pada ikan bilih.
Gubernur Sumbar bahkan meminta agar dilakukan Identifikasi pemilik bagan yang 50 orang tersebut, apakah warga lokal, atau investor yang dikelola warga lokal.
“Prinsipnya jelas, Perpres dan Pergub. Kuncinya pada identifikasi, siapkan program lain sebagai solusi, karena itu data penting. Matangkan datanya, siapa pemilik atau siapa saja penerima manfaatnya, sehingga langkah aksi kedepan sudah bisa diperhitungkan dan betul-betul maksimal hasilnya,” pinta Mahyeldi Ansyarullah.
Gubernur Sumbar juga meminta agar Walinagari Salingka Danau Singkarak menyiapkan aturan nagari seperti yang dimiliki oleh Nagari Sumpu, yang melarang keramba jaring apung dan bagan.
“Pengalaman di Nagari Sumpu perlu jadi pelajaran bagi nagari lain. Ada Peraturan Walinagari (Perwali) pelarangan bagan, sehingga bisa menjaga kelestarikan populasi ikan endemik,” jelasnya.
Selain penertiban, Mahyeldi menyebut komitmen masyarakat juga penting guna kelancaran alternatif solusi yang nantinya diberikan kepada para nelayan. Oleh sebab itu, ia berharap dukungan dari semua pihak terkait.
Mahyeldi Ansyarullah berharap agar sedimen danau yang semakin tinggi juga menjadi perhatian bersama. Karena itu, Mahyeldi meminta agar dilakukan upaya serius untuk meminimalisir pembuangan sampah ke Batang Lembang yang bermuara ke Danau Singkarak.
Hadir dalam Rakor Operasional Pengawasan Alat Tangkap yang Tidak Ramah Lingkungan di Danau Singkarak, itu diantaranya Forkopimda Provinsi Sumbar, Forkopimda Kabupaten Solok dan Tanah Datar, Pengawas Dinas Kelautan serta penggiat lingkungan. (MA)