KABUPATEN SOLOK – Dengan dijabatnya Bupati Solok oleh Epiyardi Asda, menjadikan Kabupaten Solok ini seolah-olah takkan ada tokoh Kabupaten Solok yang mampu bersaing dengan Epiyardi Asda, untuk mendapatkan posisi nomor satu (1) di daerah yang terkenal dengan penghasil “Bareh” (Beras) ternama ini.
Hal itu telah menjadi perbincangan hangat di kalangan para politisi Kabupaten Solok ini. Bahkan ada yang telah menilai bahwa Epiyardi Asda tidak akan ada yang berani melawan/bersaing pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 mendatang.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Solok, Dodi Hendra kepada media ini, beberapa hari lalu di kediamannya menyebutkan, bahwa dirinyalah yang akan bersaing dengan Epiyardi Asda pada Pilkada Kabupaten Solok 2024.
Baginya, tidak ada yang tidak mungkin selagi berjalan di atas kepentingan rakyat. Selain itu, dirinya juga mengungkapkan bahwa dirinya telah melakukan komunikasi dengan petinggi partai di pusat, termasuk Partai Amanat Nasional (PAN) yang ditumpangi Epiyardi Asda itu.
“Epiyardi Asda itu tidak pemilik partai, bisa saja PAN itu mengusung saya pada Pilkada 2024 mendatang. Tentunya, saya sebagai kader Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) terlebih dahulu harus membicarakan niat saya ini bersama petinggi Gerindra,” sebut Dodi Hendra.
Selain Gerindra dan PAN, Dodi Hendra juga mengungkapkan telah melakukan komunikasi dengan petinggi partai besar lainnya seperti Golkar, Demokrat, Nasdem, PKS dan beberapa Partai Politik (Parpol) lainnya.
“Kekuasaan harus didapatkan, karena dengan kekuasaan tersebut kita bisa melaksanakan Program Unggulan (Progul) seperti peningkatan pendidikan bagi masyarakat dan generasi di Kabupaten Solok ini,” ucapnya.
Selain itu, imbuhnya, sistem kediktatoran yang sekarang ini harus diperbaiki. Masyarakat Kabupaten Solok harus aman, nyaman dalam beraktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidup, dan tidak diintervensi serta tidak terpecah belah seperti sekarang ini.
“Kebebasan masyarakat Kabupaten Solok pada hari sangat terkekang, begitu juga insan pers yang bertugas di Kabupaten Solok. Jujur, 80 persen adalah pembalikan fakta pada berita oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Solok,” bebernya.
Diungkapkannya, Pemda Kabupaten Solok lebih cenderung membuat hoax, dan itu dibuktikan di beberapa postingan di Media Sosial (Medsos), dimana pemberitaan Pemda tersebut telah terbit di media resmi. Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pun hanya bisa menciptakan opinian yang melontarkan diksi, dan itu bertolak belakang dengan fiksi. Artinya itu adalah pembohongan publik.
Seperti Gantung Ciri, lanjutnya, kalau memang walinagari diberhentikan berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Inspektorat, dan kenapa hasil LHP Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) terhadap walinagari lainnya sebanyak 7 orang tidak diberhentikan.
“Itu satu miliar, Bantuan Langsung Tunai (BLT) lagi, dan itu ada buktinya. Mereka telah diperiksa dan sampai sekarang mereka tidak pernah mengembalikan. Selain itu, kenapa Kepala Dinas (Kadis) tak diberhentikan, itu juga sama-sama temuan. Jadi, itu sangat jelas opinian yang diciptakan oleh Kadis/OPD tidak berdasarkan hukum,” ungkapnya lagi.
Disebutkannya, pemberhentian para walinagari, termasuk pemberhentian Walinagari Gantung Ciri adalah suatu contoh kediktatoran Epiyardi Asda memimpin Kabupaten Solok ini. Belum lagi pimpinan lembaga lainnya seperti Ketua KAN, BPN dan jabatan yang lainnya yang tidak ada sangkut pautnya dengan Bupati Solok. Ini terindikasi untuk kepentingan pribadi, dan ini tipuan semua.
“Kenapa saya berbicara seperti itu, seperti contoh Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). RTRW ini belum ada dibahas di DPRD Kabupaten Solok, kenapa sudah sampai di pusat, dan saya baru mengetahui karena pusat mengembalikan ke daerah. Saya pun dapat bocoran dari pusat juga, karena saya juga punya koneksi ke sana,” jelasnya.
Diungkapkannya, Ranperda RTRW tersebut telah ditandatangani oleh Wakil Ketua DPRD Kabupaten Solok Ivoni Munir, Mulyadi, Sekretaris Daerah (Sekda) Medison dan Kadis Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Evia Vivi Fortuna, dan Bupati Solok itu sendiri padahal ini tidak pernah dibahas.
“Tidak ditandatangani Ketua DPRD Kabupaten Solok, dan itu ditolak oleh pusat. Yang berlaku itu tandatangan Ketua DPRD, wakil itu kolektif kolegial. Dan ini menurut saya telah menciptakan istana penipuan, dan itu tentunya sudah pidana murni karena ada yang diselamatkan dibalik hal ini,” paparnya.
Dikatakannya, banyak alasan yang memotivasi saya untuk ikut bersaing pada Pilkada Kabupaten Solok 2024 nanti. Sebagai putra daerah, saya harus peduli terhadap nasib, dan ikut andil dalam menentukan arah kemajuan untuk Kabupaten Solok ini. (Rd)