Oleh: Syaiful Rajo Bungsu
7.topone.id – Kabupaten Solok adalah anugerah alam. Hamparan pegunungan dengan sumber mata air abadi, Danau Kembar yang memesona hingga sungai-sungai jernih mengalir dari nagari ke nagari. Namun, di balik limpahan itu, ada kenyataan yang mencengangkan karena ribuan warga hidup tanpa akses air bersih yang layak.
Data terbaru tahun 2022 mencatat, hanya sekitar 15,9 persen atau 16.343 kepala keluarga yang terlayani oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas). Artinya, lebih dari 84 persen warga Kabupaten Solok masih harus menggantungkan hidup pada sumber air mentah, yang sering kali tak layak konsumsi.
Ironi semakin terasa ketika Kota Solok, yang tak punya sumber air sendiri, justru mendapat pasokan dari Kabupaten Solok dan memiliki cakupan layanan yang lebih baik. Kabupaten penghasil air justru kekurangan air. Ini bukan sekadar statistik, ini cermin dari kegagalan tata kelola pelayanan publik.
Infrastruktur yang minim, jaringan distribusi yang stagnan, hingga manajemen PDAM yang tak efisien menjadi sebab utama. Tak hanya soal teknis, ini soal politik anggaran dan keberpihakan. Perbaikan tak bisa sekadar lewat penambahan dana. Tanpa transparansi dan reformasi internal, anggaran hanyalah angka tanpa dampak.
Air bukan hanya soal minum dan mandi. Ia menyentuh gizi, kesehatan, pendidikan, bahkan kemiskinan. Maka tak heran jika Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Solok masih tertahan di angka 70,57 (2023), tertinggal dari rerata nasional. Akses air bersih adalah prasyarat mutlak bagi kehidupan yang bermartabat.
Tanggung jawab ini tak bisa hanya di pundak Pemerintah Daerah (Pemda). DPRD harus memainkan peran pengawasan anggaran dengan serius, bukan sekadar menjadi stempel persetujuan.
Sementara itu, kolaborasi dengan tokoh adat, kelompok masyarakat, dan komunitas lokal perlu diperkuat. Kesadaran untuk melestarikan sumber air dan mengelolanya secara mandiri harus menjadi gerakan bersama.
Program alternatif seperti Pamsimas, Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Nagari, revitalisasi irigasi, hingga pembangunan sumur air bersih harus diperluas dan difokuskan pada wilayah-wilayah yang selama ini luput dari perhatian.
Air adalah hak, bukan kemewahan. Ia tak boleh menjadi simbol ketimpangan atau barang dagangan yang hanya bisa diakses segelintir orang. Kabupaten Solok tak kekurangan sumber daya, tetapi yang kurang hanyalah kemauan untuk mengelola dan mendistribusikannya secara adil.
“Sudah Saatnya Solok Berhenti Haus di Tengah Hujan” ***