KABUPATEN SOLOK – Pemangku adat Nagari Simpang Tanjuang Nan Ampek sudah sangat gerah dengan prilaku para oknum pengkianat nagari. Dimana para oknum tersebut menghalalkan segala cara untuk merampas tanah adat, khususnya Bukit Cambai. Penghiatan tersebut terjadi karena ada niat dari penguasa dan pengusaha yang ingin menguasai tanah ulayat Nagari Simpang Tanjuang Nan Ampek.
Hal itu dikatakan oleh salah satu tokoh adat Nagari Simpang Tanjuang Nan Ampek, Kecamatan Danau Kembar Kabupaten Solok, yang belum mau dituliskan namanya pada pemberitaan di media ini, Selasa (09/05/2023).
Ditegaskannya, Bukit Cambai tidak bisa diperjualbelikan, karena itu tanah ulayat Nagari Simpang Tanjuang Nan Ampek. Akan tetapi permintaan tokoh adat dan masyarakat setempat tidak digubris.
“Bahkan pengusaha atas nama Ashila Haura Ardi (Anak dari Bupati Solok Epiyardi Asda), mencoba untuk menguasai Bukit Cambai tersebut dari saudara Parizal dengan membuat Surat Silih Rugi Tanah, dan membeli dalam harga yang cukup murah, dengan harga Rp7 ribu per meter,” bebernya.
Lebih lanjut ia mengatakan, dimana proses mengeluarkan surat jual beli tanah ulayat Bukit Cambai tersebut diduga dilakukan di nagari tetangga yaitu Nagari Kampung Batu Dalam, Kecamatan Danau Kembar Kabupaten Solok.
“Di dalam proses jual beli tanah ulayat Bukit Cambai pada Anak Bupati Solok tersebut, berdasarkan surat-surat keterangan yang kami dapatkan, juga diduga kuat dilakoni oleh Firdaus Walijorong Aie Rarak, Irshar Hadi Walinagari Kampung Batu Dalam), Edi Warman Datuak Panduko Sutan Ketua KAN Kampung Batu Dalam,” ungkapnya.
Masih terkait permasalahan jual beli tanah ulayat Bukit Cambai tersebut, imbuhnya, Pemerintahan Nagari Simpang Tanjuang Nan Ampek pun juga sudah berbuat diluar tanggungjawab dan wewenangnya, karena akan mengukuhkan Jon Herman sebagai Ketua KAN Simpang Tanjuang Nan Ampek. Sementara dalam aturan adat “Salingka nagari”, yang musti menjadi ketua KAN adalah satu diantara “Rajo Nan Barampek”, yaitu Rajo Mudo, Rajo Putieh, Rajo Aceh dan Rajo Bilang.
“Sementara Jon Herman tidak diakui sebagai Rajo Aceh, karena tidak mempunyai bukti-bukti yang kuat terhadap jabatan Rajo (Gelar Adat) dia. Disamping itu, dalam kepemilihan Ketua KAN Simpang Tanjuang Nan Ampek tersebut, juga diduga kuat adanya intervensi oleh pemerintah dan oknum yang tidak bertanggung jawab,” ungkapnya lagi.
Dikatakannya, itu dapat dibuktikan diantaranya pemerintah yang hadir dalam penunjukan Ketua KAN Simpang Tanjuang Nan Ampek pada tanggal 20 Februari 2023, yang dilaksanakan di Kantor Walinagari setempat.
“Pihak pemerintah yang hadir adalah Buk Camat Danau Kembar, Asisten 1 Setda Kabupaten Solok, Walinagari Simpang Tanjuang Nan Ampek, perwakilan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Nagari (DPMN), serta oknum yang diduga melakukan intervensi untuk melaksanakan penunjukkan Ketua KAN Simpang Tanjuang Nan Ampek, Samsir K,” jelasnya.
Dalam aturan adat, lanjutnya, pada pemilihan Ketua KAN Simpang Tanjuang Nan Ampek musti dilakukan di Kantor KAN/Balai-balai Adat, atau mesjid/mushala.
“Segala upaya telah kami lakukan, sudah mengirimkan surat kepihak-pihak berwenang, sudah melakukan orasi penolakan, tapi suara kami tidak didengarkan. Maka, jika pengukuhan tersebut tetap dilaksanakan tentunya akan berdampak pada konflik, ataupun pertumpahan darah di Nagari Simpang Tanjuang Nan Ampek, karena ini bertentangan dengan Undang Undang Dasar (UUD) Pasal 18 ayat 2b,” pungkasnya. (Rd)