Padang – Apa yang disampaikan oleh Penasehat Hukum (PH) Iriadi Datuak Mangguang, Suharizal dalam pemberitaan di media online, salah satunya Topsatu.com, tertanggal 17 Oktober 2022. Dimana Suharizal menyatakan telah memiliki bukti-bukti kuat untuk menyatakan Jon Firman Pandu, sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana penggelapan dan penipuan mahar.
Hal tersebut adalah tindakan yang telah melampaui kewenangannya selaku PH, dan memberikan stigma buruk bagi Jon Firman Pandu, serta menggiring opini publik yang berakibat membunuh karakter, dan mencemarkan nama baik Jon Firman Pandu. Bahkan secara politik, patut diduga telah mencemarkan nama baik Partai Gerindra.
Hal itu dikatakan oleh PH Jon Firman Pandu, Mukti Ali Kusmayadi Putra, SH. MH yang didampingi tim, saat menggelar press release di Kantor Hukum Liberty Subarang Padang, Kota Padang, Rabu (19/10/2022).
“Selain itu, kami juga mengutip dari berita online lainnya yang menyatakan bahwa Iriadi Datuak Mangguang mengantar, atau menyetorkan uang mahar ke rumah klien kami sebesar Rp850 juta,” sebut Mukti Ali Kusmayadi Putra.
PH Jon Firman Pandu tersebut, juga menyebutkan dimana pada Haluanpadang, 14 Juni 2022, Iriadi Datuak Mangguang juga menyebutkan seperti permintaan dana awal uang pengurusan Calon Bupati (Cabup) Solok sebesar Rp700 juta, permintaan umroh untuk DPD DPD Gerindra Sumbar, permintaan beberapa iPhone, sampai permintaan THR yang katanya untuk Hambalang.
“Sampai saat ini, pernyataan diatas tidak dapat dibuktikan oleh pelapor Iriadi Datuak Mangguang, baik bukti berbentuk kwitansi, bukti transfer dan lainnya. Selain itu, tim kuasa hukum Jon Firman Pandu juga melakukan konfirmasi kepada penyidik, namun tidak ditemukan bukti-bukti dimaksud,” ungkapnya.
Menurut Mukti Ali Kusmayadi Putra, yang biasa dipanggil Boy London itu menjelaskan, dimana dalam pelaksanaan proses hukum, perlu memberikan pemahaman hukum yang benar sesuai dengan KUHP terkait SPDP, dan penetapan status tersangka.
“Dimana terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan saksi-saksi, mengumpulkan dan meriksa bukti-bukti yang sah menurut hukum untuk gelar perkara, dan selanjutnya memutuskan apakah seseorang dapat ditetapkan menjadi tersangka, atau secara hukum penyidikan dihentikan karena tidak cukup bukti,” jelasnya.
Perlu kami tegaskan, imbuhnya, dalam kaitannya untuk pemenuhan proses dugaan adanya tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang dan ada keterlibatan orang lain dalam dugaan tindak pidana, maka secara hukum acara, penyidik harus memanggil, memeriksa setiap orang yang diduga terlibat dan/menerima, menikmati sesuatu yang didapat dari hasil tindak pidana tersebut.
“Namun hal itu belum dilakukan oleh penyidik, sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana,” bebernya.
Lebih lanjut Boy London mengatakan,berkaitan dengan mahar politik yang dituduhkan pada Jon Firman Pandu, maka kami nyatakan secara tegas money politik atau mahar sama sekali tidak diperbolehkan UU, sebagaimana termaktub pada pasal 187 c, UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015, tentang penetapan Peraturan Pemerintah (PP) pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.
“Setiap orang atau lembaga yang terbukti dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum memberi imbalan pada proses pencalonan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota, maka penetapan sebagai calon pasangan calon terpilih atau sebagai gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota dan wakil walikota sebagaimana dimaksud dalam pasal 47 ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 60 bulan dan denda paling sedikit Rp300 juta, dan paling banyak Rp1 miliar,” terangnya.
Ini harus diluruskan, imbuhnya, opini yang digiring oleh pelapor dan kuasa hukumnya selama ini adalah 2 hal yang sangat berbeda. Kuasa hukum mengatakan ada mahar politik, sementara fakta hukum Iriadi melaporkan Jon Firman Pandu dalam perkara dugaan tindak pidana penggelapan dan penipuan.
“Jika ini mahar politik, pemberi dan penerima bisa dijadikan tersangka. Ini harus diluruskan, karena penggiringan opini tersebut sangat berpotensi membunuh nama baik klien kami yang sekarang menjabat sebagai Wakil Bupati Solok, kader Gerindra dan Ketua DPC Gerindra Kabupaten Solok,” ucapnya.
Menurutnya, seorang lawyer sudah melampaui kapasitasnya yang sengaja menggiring opini serta mencampuri pekerjaan penyidik. Polisi itu tidak bodoh, apalagi saat sekarang ini banyak kasus yang menimpa institusi Polri dan tentunya tingkat kehati-hatiannya sangat tinggi terhadap perkara yang disorot oleh publik.
“Kami juga meminta pada penyidik Polda Sumbar untuk profesional. Jika memang ada yang harus diluruskan hendaklah diluruskan, seperti statement dari Suharizal kuasa hukum Iriadi Datuak Mangguang ini yang terkesan mengintervensi penyidik,” harapnya.
Selain itu, disebutkannya, kami juga menegaskan pada PH Iriadi Datuak Mangguang untuk tidak berusaha menggiring opini negatif terhadap klien kami Jon Firman Pandu, karena sampai saat ini klien kami tidak pernah di BAP oleh penyidik dimana kemaren ini baru tahap klarifikasi penyelidikan.
“Kok bisa Suharizal sebagai kuasa hukum Iriadi Datuak Mangguang mengatakan di media segera tetapkan sebagai tersangka. Kita ada KUHP, ada aturan yang mengatur semua,” pungkasnya.
Sebelumnya, dikutip dari majalahintrust.com, Suharizal mengatakan bahwa pada tingkat penyidikan ini kliennya telah diperiksa. Selain itu, pada tingkat penyidikan ini pihaknya juga telah menyerahkan bukti-bukti tambahan. Diantaranya 120 screenshot chat WhatsApp antara Iriadi Datuak Mangguang dengan Jon Firman Pandu.
“Termasuk foto-foto pertemuan, rekaman video hingga bukti-bukti transfer Iriadi Datuak Mangguang ke rekening Jon Firman Pandu. Bukti-bukti ini sudah cukup kuat dan terang untuk segera ditetapkan tersangka,” sebut Suharizal.
Seperti diketahui, Sebelumnya Jon Firman Pandu dilaporkan Iriadi Datuak Mangguang ke Polda Sumbar atas dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan. Laporan kasus Jon Firman Pandu ini tertuang dalam LP Nomor LP/B/173/V/2022/SPKT/Polda Sumbar. (Tim)