Anggota Fraksi Gerindra Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Andre Rosiade memastikan pembangunan flyover Sitinjau Lauik akan dilanjutkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Andre Rosiade mengatakan penyelesaian masalah flyover Sitinjau Lauik sudah masuk dalam rencana kerja Kementerian PUPR.
“Alhamdulillah proposal Hutama Karya sudah masuk ke Kementerian PUPR. Bahkan sedang diproses dan dievaluasi di tempat Dirjen Pembiayaan Infrastruktur PUPR Pak Herry Trisaputra Zuna, untuk merasionalisasi angka-angkanya supaya lebih efisien,” ungkap Andre Rosiade, Rabu (28/9/2022).
Selanjutnya, diterangkannya, akan ada persetujuan izin studi dan persetujuan pemrakarsa dan dilanjutkan dengan lelang.
Andre Rosiade memastikan rencana Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) sudah berjalan dengan baik. Dia menyebut proyek pembangunan flyover itu bisa disampaikan kemudian setelah berjalan.
“Alhamdulillah dari informasi Pak Dirjen, prosesnya sudah berjalan. Kalau persetujuan Komisi V DPR belum perlu. Cukup nanti pemberitahuan setelah proyek flyover dan dilaporkan pada nota APBN. Setelah proyek flyover, baru Komisi V diinformasikan,” kata Andre Rosiade.
Anggota DPR RI dari Dapil Sumbar ini juga menyentil ada pihak yang diduga iri dengan kinerjanya di DPR RI. Dia meminta pihak tersebut tidak asal berkomentar.
“Saya tidak ingin pembangunan Sumbar terhenti atau melambat. Jadi harus dicarikan solusinya. Tujuan saya bukan pencitraan, tapi mencarikan solusi untuk Sumbar. Karena anggota DPR itu tugasnya membantu pembangunan Sumbar,” ucapnya.
Dikatakannya, saran kami kepada yang bersangkutan banyak belajar, agar jangan asal komentar di media. Saya juga heran, kenapa yang bersangkutan yang iri, Gubernur Sumbar saja mendukung.
Sementara itu, anggota Komisi V DPR RI Sudewo mengatakan bahwa pembangunan flyover Sitinjau Lauik dengan skema pendanaan adalah KPBU, dengan model AP (available payment) oleh PT Hutama Karya.
Sudewo menjelaskan, proses pembangunan itu awalnya diajukan proposal oleh Hutama Karya kepada Kementerian PUPR tentang keinginannya terkait model AP terhadap proyek.
“Pengertian AP adalah pembiayaan yang ditalangi oleh Hutama Karya kemudian pemerintah akan membayar secara bertahap dalam kurun waktu selama 15 tahun,” jelas Sudewo.
Karena model AP, imbuhnya, maka persetujuan terhadap proyek atau program tersebut tidak perlu melalui pembahasan di Komisi V DPR RI. Komisi V hanya fokus terhadap pengawasan pekerjaannya saja.
Sumber: detikNews