7.topone.id – Dari Enam (6) kabupaten/kota di bawah lingkup kerja Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Cabang Solok, baru 4 daerah yang sudah mencapai Universal Health Coverage (UHC) atau cakupan kesehatan semesta, yaitu Kota Solok, Kota Sawahlunto, Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Dharmasraya. Sementara, dua lainnya yakni Kabupaten Solok dan Sijunjung, sama sekali masih jauh dari target.
Hal itu disampaikan Kepala Cabang (Kacab) BPJS Kesehatan Solok Neri Eka Putri, usai menggelar Bincang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Wilayah kerja BPJS Kesehatan Cabang Solok, bersama insan pers di Saung Resto Batu Tupang Kotobaru, Selasa (07/06/2024).
Kegiatan Bincang JKN oleh BPJS Kesehatan Cabang Solok bersama insan pers yang mengusung tema “Transformasi Mutu Layanan Program JK Mudah Cepat dan Setara” tersebut, juga dihadiri oleh Kepala Bagian Mutu Pelayanan Kepesertaan BPJS Kesehatan Eva Kurnia Sari, Kepala Bidang SDM, Umum dan Komunikasi Publik BPJS Kesehatan Putra Gema Azan, dan puluhan awak media.
Lebih lanjut Neri Eka Putri menjelaskan bahwa syarat jaminan kesehatan harus mencapai minimal 95 persen. Kota Solok sudah meraih prediket UHC pada 2018 dengan cakupan 102 persen. Kota Sawahlunto yang juga meraih UHC pada 2018, sudah mencakupi jaminan kesehatan sebesar 101 persen.
Kabupaten Solok Selatan meraih UHC pada 1 Agustus 2023 dengan cakupan 100 persen, dan Kabupaten Dharmasraya meraihnya pada 1 Desember 2023 dengan cakupan 101 persen.
“Sementara, Kabupaten Solok menjadi daerah terendah di wilayah kerja BPJS Kesehatan Cabang Solok, sekaligus terendah di Sumatera Barat (Sumbar), dengan cakupan baru 79,4 persen. Sedangkan Kabupaten Sijunjung, cakupan UHC sebesar 86 persen,” ungkap Neri Eka Putri.
Dikatakannya, dari data di BPJS Kesehatan Cabang Solok, “keberhasilan” 4 daerah yang berhasil meraih prediket UHC tersebut, ternyata bukan berasal dari besarnya alokasi jaminan kesehatan dari tingkat pusat atau tingkat provinsi.
“Namun, justru berasal dari komitmen pemerintah kabupaten/kota bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk menganggarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk memberikan jaminan kesehatan terhadap warganya,” sebutnya.
Di samping itu, imbuhnya, juga terkait dengan akurasi dan ketersediaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) oleh Pemerintah Daerah (Pemda).
Diketahui, Kota Solok mengalokasikan sekira 30 persen anggaran (APBD, APBD Provinsi, dan APBN) untuk jaminan kesehatan warganya. Kota Sawahlunto sekira 26 persen. Kabupaten Solok Selatan sebesar 46 persen, dan Kabupaten Dharmasraya sebesar 46 persen.
Sementara, Kabupaten Solok hanya menganggarkan 9 persen. Bahkan, dalam tiga tahun kepemimpinan Capt. Epyardi Asda, M.Mar dan Jon Firman Pandu, SH, serta Ketua DPRD Dodi Hendra, kenaikan persentase UHC Kabupaten Solok hanya di kisaran 3 persen saja. Yakni dari 76 persen ke 79 persen.
“Pada 2018, terdapat dua daerah, yakni Kota Solok dan Kota Sawahlunto yang meraih prediket UHC. Pada 2023 kemarin, kemudian menyusul Kabupaten Solok Selatan dan Dharmasraya. Dua daerah lagi, yakni Kabupaten Sijunjung baru di kisaran 86 persen dan Kabupaten Solok di 79,4 persen,” ungkapnya lagi.
Seperti diketahui, anggaran untuk jaminan kesehatan berasal sejumlah sumber. Yakni Penerima Bantuan Iuran (PBI) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk masyarakat miskin, dan tidak mampu yang iurannya dibiayai oleh pemerintah pusat melalui APBN.
Kemudian, PBI APBD yang iurannya dibiayai oleh Pemda melalui APBD. Lalu, Pekerja Penerima Upah (PPU) yang terdiri dari PNS, TNI/Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri yang iurannya dibiayai oleh pemberi kerja dan peserta yang bersangkutan. Kemudian, Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU)/Mandiri, yang merupakan peserta JKN yang bekerja mandiri dan iurannya dibiayai oleh peserta yang bersangkutan.
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Solok Neri Eka Putri, menyebutkan bahwa untuk memaksimalkan capaian target kerja mereka, BPJS Kesehatan Cabang Solok selalu melakukan sosiolisasi di seluruh wilayah kerja yang meliputi Kota Solok, Kota Sawahlunto, Kabupaten Solok, Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Sijunjung dan Kabupaten Dharmasraya.
“Tujuan sosialisasi ini yaitu memperoleh standar maksimal, karena pihak BPJS Cabang Solok berkomitmen dalam memberikan pelayanan kesehatan secara efektif, efisien, dan terbaik kepada peserta JKN-KIS di wilayah kerjanya,” jelasnya.
BPJS Kesehatan Cabang Solok, lanjutnya, terus berupaya memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat melalui Mobile Customer Service (MCS). Hal itu merupakam program dalam memberikan informasi terbaru dari Program JKN kepada masyarakat.
“Melalui aplikasi Mobile JKN, peserta dapat melakukan pengecekan info keaktifan. Penambahan atau perubahan data peserta, info iuran, pendaftaran auto debit iuran, serta melakukan pendaftaran Program Rencana Pembayaran Bertahap (Rehab) bagi peserta PBPU/mandiri yang mengalami tunggakan iuran,” paparnya.
Sebelumnya, Kepala Bagian Mutu Pelayanan Kepesertaan BPJS Solok Eva Kurnia Sari atau akrab disapa Oma menyebutkan bahwa Sistem Jaminan Sosial Nasional undang-undang Nomor 40 tahun 2004 telah mengisyaratkan, Negara mewajibkan setiap masyarakat menjadi peserta anggota PBJS.
“JKN KIS adalah program layanan kesehatan yang diadakan oleh pemerintah Republik Indonesia. Program ini kerap dikaitkan dengan BPJS Kesehatan, keduanya sama-sama memberikan manfaat beragam dengan iuran terjangkau,” terang Eva Kurnia Sari.
Dilanjutkan Eva Kurnia Sari, KIS adalah Kartu Indonesia Sehat, yaitu tanda kepesertaan program JKN untuk memperoleh pelayanan di fasilitas kesehatan. Mekanisme pelayanan yang berlaku yaitu dengan sistem rujukan berjenjang dan atas indikasi medis.
“Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa JKN KIS adalah tanda kepesertaan program JKN untuk memperoleh layanan di fasilitas kesehatan dengan mekanisme yang ditentukan,” ucapnya.
Dijelaskannya, landasan hukum Program JKN KIS adalah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004. Program ini dijalankan oleh lembaga BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan menerbitkan KIS untuk seluruh program JKN termasuk Penerima Bantuan Iuran (PBI), Askes, dan JKN BPJS Kesehatan.
“Fasilitas yang disediakan untuk peserta JKN KIS adalah Fasilitas Kesehatan (Fakes) di tingkat pertama atau biasa disebut Faskes I. Sedangkan pemilik BPJS Kesehatan hanya bisa memanfaatkan Fakes, di Faskes yang tertera di kartunya. Secara teknis dalam penyelenggaraan program JKN sendiri, perbedaannya terletak pada manfaat non medis seperti hak ruang kelas rawat inap,” terangnya.
Eva Kurnia Sari menyebutkan bahwa perbedaan BPJS Kesehatan dan JKN KIS, adalah JKN KIS itu program yang dikhususkan bagi masyarakat dengan ekonomi kurang mampu dan fakir miskin. Sementara BPJS Kesehatan menargetkan seluruh masyarakat Indonesia, tak mengenal kaya maupun miskin.
“Karena JKN KIS menargetkan masyarakat fakir miskin dan tidak mampu, maka mereka dibebaskan dari iuran. Dengan kata lain, iurannya disubsidi oleh pemerintah. Beda halnya dengan BPJS Kesehatan, dimana pesertanya akan dikenakan iuran bulanan sesuai jumlah yang ditentukan. Untuk layanan kesehatan kelas 1, 2, dan 3, tarif per bulannya juga berbeda-beda,” jelasnya lagi.
Selain itu, Eva Kurnia Sari juga menjelaskan cara mendaftar KIS Online. Untuk menjadi peserta JKN KIS, tak perlu datang ke kantor. Sebab, cara daftar JKN KIS online bisa dilakukan dengan menghubungi BPJS Kesehatan Care Center atau Virtual Service di nomor 1500-400.
“Sebelum itu, persiapkan dokumen seperti nomor KK, nomor rekening tabungan, nomor HP, alamat tempat tinggal, dan alamat email untuk mendaftar,” ingatnya.
Pendaftaran via telepon dinyatakan selesai jika nomor Virtual Account (VA) telah dikirim ke nomor ponsel atau email calon peserta. Setelah itu, peserta diwajibkan membayar iuran pertama dalam kurun waktu 14 hingga 30 hari. Selanjutnya, BPJS Kesehatan akan mengirim kartu peserta JKN KIS ke alamat yang diinfokan saat mendaftar. (Rd)