7.topone.id – Tanggung jawab dan kepedulian Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Solok dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat ke masyarakat di sektor kesehatan, dipertanyakan.
Sektor yang menjadi salah satu kunci dari Human Development Index (HDI), atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) itu ternyata tak menjadi prioritas. Hal terbukti, Pemerintah dan DPRD Kabupaten Solok hanya menganggarkan 9 persen dari anggaran untuk jaminan kesehatan masyarakatnya.
Sebelumnya, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Cabang Solok mengungkap data terbaru terkait capaian Universal Health Coverage (UHC), atau cakupan kesehatan semesta di wilayah kerjanya.
Dari enam (6) kabupaten/kota di bawah lingkup kerja Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Cabang Solok, baru 4 daerah yang sudah mencapai Universal Health Coverage (UHC), atau cakupan kesehatan semesta yaitu Kota Solok, Kota Sawahlunto, Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Dharmasraya. Sementara, dua lainnya yakni Kabupaten Solok dan Sijunjung, sama sekali masih jauh dari target.
Dengan syarat peserta jaminan kesehatan harus mencapai minimal 95 persen, Kota Solok sudah meraih prediket UHC pada 2018, dengan cakupan 102 persen. Kota Sawahlunto yang juga meraih UHC pada 2018, sudah mencakupi jaminan kesehatan sebesar 101 persen.
Kabupaten Solok Selatan meraih UHC pada 1 Agustus 2023 dengan cakupan 100 persen, dan Kabupaten Dharmasraya meraihnya pada 1 Desember 2023 dengan cakupan 101 persen.
Sementara itu, Kabupaten Solok menjadi kabupaten/kota terendah di wilayah kerja BPJS Kesehatan Cabang Solok, sekaligus terendah di Sumatera Barat (Sumbar), dengan cakupan baru 79,4 persen. Sedangkan Kabupaten Sijunjung, cakupan UHC sebesar 86 persen.
Dari data di BPJS Kesehatan Cabang Solok, keberhasilan 4 daerah yang berhasil meraih prediket UHC tersebut, ternyata bukan berasal dari besarnya alokasi jaminan kesehatan dari tingkat pusat atau tingkat provinsi. Namun, justru berasal dari komitmen pemerintah kabupaten/kota bersama DPRD, untuk menganggarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk memberikan jaminan kesehatan terhadap warganya.
Di samping itu, juga terkait dengan akurasi dan ketersediaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) oleh Pemda setempat.
Diketahui, Kota Solok mengalokasikan sekira 30 persen anggaran (APBD, APBD Provinsi, dan APBN) untuk jaminan kesehatan warganya. Kota Sawahlunto sekira 26 persen. Kabupaten Solok Selatan sebesar 46 persen, dan Kabupaten Dharmasraya sebesar 46 persen.
Sementara, Kabupaten Solok hanya menganggarkan 9 persen. Bahkan, dalam tiga tahun kepemimpinan Epyardi Asda dan Jon Firman Pandu serta Ketua DPRD Dodi Hendra, kenaikan persentase UHC Kabupaten Solok hanya di kisaran 3 persen saja. Yakni dari 76 persen ke 79 persen.
Seperti diketahui, anggaran untuk jaminan kesehatan berasal sejumlah sumber. Yakni Penerima Bantuan Iuran (PBI) APBN untuk masyarakat miskin dan tidak mampu yang iurannya dibiayai oleh pemerintah pusat melalui APBN. Kemudian, Penerima Bantuan Iuran (PBI) APBD yang iurannya dibiayai oleh Pemda melalui APBD.
Lalu, Pekerja Penerima Upah (PPU) yang terdiri dari PNS, TNI/Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri yang iurannya dibiayai oleh pemberi kerja dan peserta yang bersangkutan. Kemudian, Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU)/Mandiri, yang merupakan peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang bekerja mandiri dan iurannya dibiayai oleh peserta yang bersangkutan.
Data kondisi penganggaran jaminan kesehatan dari Pemerintah dan DPRD Kabupaten Solok ini, menjadi tamparan keras bagi Bupati Solok Epyardi Asda. Apalagi, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu memiliki niat untuk naik kelas ke kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gubernur Sumbar 2024.
Tentunya, masyarakat Sumbar patut khawatir karena untuk mengurus 1 kabupaten dan satu sub sektor saja, Epyardi tak sukses. Bagaimana masyarakat bisa percaya mantan kapten kapal itu bisa mengurus 19 kabupaten/kota se-Sumbar. Ditambah lagi, IPM Kabupaten Solok berada di posisi tiga terbawah di Sumbar.
Semakin memanasnya suhu jelang kontestasi Pilkada Sumbar dan waktu yang semakin dekat, data JKN di Kabupaten Solok versi BPJS Kesehatan Cabang Solok ini bakal digunakan untuk menilai kapasitas Epyardi Asda di helatan Pilkada 27 November 2024 mendatang, terutama bagi lawan-lawan politiknya.
Apakah Epyardi Asda tetap akan kukuh dengan “Otewe” ke Pilkada Sumbar 2024, atau akan kembali tampil di Pilkada Kabupaten Solok dan membereskan segala sesuatu yang telah dibangun di kampung halaman yang berulang kali disebutnya sangat dicintainya, bak kata Epyardi Asda “Menghabiskan sisa umurnya untuk mengabdi”.
Pandangan Ir. Bachtul Terhadap Epyardi Asda
Sebelumnya, niat Bupati Solok Epyardi Asda yang ingin maju di kontestasi Pilkada Sumbar (Pilgub), ditanggapi dengan “Satire” oleh tokoh masyarakat Kabupaten Solok, Ir. Bachtul. Menurut Bachtul, Epyardi Asda sama sekali tidak memiliki nyali dan mental untuk bertarung di Pilkada Sumbar.
Bachtul menegaskan, Epyardi Asda adalah sosok pengecut namun berlaku intimidatif ke perangkat daerah, Aparatur Sipil Negara (ASN) dan masyarakat.
“Sebenarnya bagus, jika ada niat Epyardi Asda maju di Pilkada Sumbar. Semestinya kita dukung bersama-sama, sehingga tidak ada lagi tindakan intimidatif di Kabupaten Solok. Namun saya sama sekali tidak yakin, karena dia sama sekali tidak punya nyali dan mental untuk maju di Pilgub Sumbar,” kata Bachtul.
Disebutkannya, opini ini sengaja dilemparkan ke publik untuk menghindari “Head to head” di Pilkada Kabupaten Solok. Sehingga, memancing majunya banyak pasangan di Pilkada Kabupaten Solok. Karena Epyardi takut kalah jika Pilkada Kabupaten Solok head to head.
Dikutip dari KBBI, “Satire” adalah gaya bahasa yang dipakai dalam kesusastraan untuk menyatakan sindiran terhadap suatu keadaan atau seseorang. Berdasarkan buku Catatan Ringkas Stilistika (2014) oleh Andri Wicaksono. “Satire” merupakan majas yang digunakan untuk penolakan, kritik, atau sindirian terhadap suatu gagasan, kebiasaan, atau ideologi dalam balutan komedi atau sebagai bahan tawaan.
Bachtul juga menegaskan bahwa Epyardi Asda tidak akan berani menghadapi “Incumbent” Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah. Bahkan, Bachtul mengatakan bahwa mendengar nama Mahyeldi Ansharullah saja, Epyardi Asda sudah gemetar. Belum lagi, mendengar sejumlah tokoh lain yang diprediksi juga akan maju. Seperti Ketua DPD Gerindra Sumbar Andre Rosiade, Ketua DPD Demokrat Sumbar Mulyadi, Ketua DPW Nasdem Fadly Amran, dan sederet tokoh-tokoh lainnya.
“Saya akan membungkuk 100 kali di hadapan Epyardi, kalau dia bernyali maju di Pilgub Sumbar. Apa yang telah dibuatnya selama menjadi Bupati Solok? Tidak ada yang bisa dibanggakan. Dia hanya dikenal sebagai tukang ribut dengan kata-kata kasarnya. Hanya menyebar rasa takut bagi masyarakat Kabupaten Solok. Terutama kepada pegawai dan keluarganya, dengan jurus non job, pindahkan pegawai ke tempat kerja jauh dari rumah dan bahkan pemecatan,” sebutnya.
Dia intimidatif, imbuhnya, sehingga hampir semua pegawai dibayangi rasa takut, dan kehilangan kemampuan terbaik dan kreativitas untuk memajukan Kabupaten Solok. Masyarakat di rantau boro-boro bangga, malah mungkin merasa malu dengan insiden-insiden dan keributan-keributan yang dibuat Epyardi Asda. (Rd)