Bupati Solok, Jon Firman Pandu, SH bersama Sekjen Kemensos Dr. Robben Riko, A.Md, LLAJ, SH, ST, M.Si, dan Staf Khusus Kemensos Fuji Abdul Rohman, SH, MH
Oleh: Syaiful Rajo Bungsu
7.topone.id – Bupati Solok, Jon Firman Pandu, SH bukan sedang berlibur setiap kali terbang ke Jakarta. Ia sedang menjemput peluang, bukan menghabiskan anggaran. Di tengah krisis fiskal dan pengurangan dana pusat, langkah lobi ke kementerian menjadi satu-satunya jalan realistis untuk menjaga nadi pembangunan daerah.
Kritik terhadap kepala daerah yang kerap ke Jakarta memang mudah muncul, terutama di tengah keterbatasan fiskal dan meningkatnya sensitivitas publik terhadap penggunaan anggaran.
Namun menilai perjalanan tersebut semata sebagai pemborosan adalah pandangan yang dangkal. Dalam konteks pemerintahan daerah modern, aktivitas ke pusat merupakan bagian dari diplomasi anggaran , langkah strategis untuk memperjuangkan dana di luar APBD.
Kabupaten Solok di Tengah Tekanan Fiskal
Kabupaten Solok menghadapi tekanan keuangan yang cukup berat. Berdasarkan perhitungan terbaru, Transfer ke Daerah (TKD) tahun 2026 akan mengalami pengurangan sekitar Rp140 miliar. Sementara kebutuhan pembangunan terus meningkat , mulai dari infrastruktur dasar, pendidikan, kesehatan, hingga penguatan ekonomi masyarakat.
Dalam kondisi seperti ini, menunggu dana pusat turun tanpa upaya aktif sama saja dengan membiarkan pembangunan stagnan. Maka, Bupati Solok mengambil langkah taktis untuk menjemput langsung peluang dana Inpres (Instruksi Presiden) dan Banpres (Bantuan Presiden) yang bisa digunakan untuk mempercepat proyek prioritas daerah.
Menargetkan Rp1 Triliun Bantuan Pusat
Langkah tersebut bukan wacana. Pemerintah Kabupaten Solok menargetkan bantuan senilai Rp1 triliun untuk tahun 2025, dengan pendekatan langsung ke berbagai kementerian dan lembaga. Tujuannya jelas yaitu mengisi celah pendanaan pembangunan tanpa menambah beban APBD.
Beberapa hasil konkret telah dirasakan masyarakat. Melalui komunikasi intensif ke pusat, Kabupaten Solok berhasil mendapatkan pembangunan BTS (Base Transceiver Station) untuk memperkuat jaringan komunikasi di daerah terpencil, program beasiswa dan sekolah gratis, serta pembangunan jalan dan sarana publik yang memperkuat konektivitas antarwilayah.
Diplomasi Anggaran, Bukan Politik Pencitraan
Sering kali publik gagal membedakan antara diplomasi anggaran dan politik pencitraan. Padahal, dua hal itu sangat berbeda. Diplomasi anggaran adalah seni bernegosiasi, meyakinkan kementerian bahwa program daerah layak mendapatkan dukungan pusat. Dan itu tidak mungkin terjadi jika kepala daerah hanya duduk di kantor.
Dalam sistem keuangan negara yang makin ketat, kepala daerah dituntut aktif dan cerdas membaca arah kebijakan nasional. Siapa yang cepat berkomunikasi, dialah yang dapat prioritas program. Karena itu, perjalanan ke Jakarta bukan simbol kemewahan, melainkan bagian dari strategi bertahan di tengah defisit fiskal.
Hasil Nyata, Bukan Janji
Bukti konkret sudah mulai tampak di lapangan. Infrastruktur dasar diperbaiki, jaringan komunikasi makin luas, dan akses pendidikan kian merata. Semua itu adalah hasil dari komunikasi panjang dan lobi intensif dengan pemerintah pusat.
Menilai kepala daerah hanya dari frekuensi perjalanannya adalah kesalahan logika publik. Yang lebih penting adalah hasil dari setiap perjalanan itu, yang dibawa pulang untuk rakyatnya.
Bupati Solok memahami bahwa pembangunan tidak hanya dimulai dari alat berat di lapangan, tetapi dari pertemuan-pertemuan strategis di meja kementerian. Di situlah masa depan Kabupaten Solok sedang diperjuangkan.
Menjemput Pembangunan, Menolak Skeptisisme
Di tengah keterbatasan fiskal, langkah proaktif seperti ini justru patut diapresiasi. Masyarakat perlu mengubah cara pandang dimana kepala daerah yang aktif melobi bukan sedang menghabiskan anggaran, tapi sedang memperjuangkan tambahan anggaran bagi rakyatnya.
Pembangunan yang berkelanjutan memerlukan keberanian, visi, dan jejaring. Dan dalam situasi seperti sekarang, lobi bukan liburan, ia adalah perjuangan diplomatik untuk memastikan Kabupaten Solok tetap tumbuh di tengah badai fiskal. ***











